GURUKU MENYEBALKAN
- 1.PENDAMPINGAN ANAK DI ERA DIGITAL
- 2.Tahap Mengenali dan Mengembangkan Minat Bakat Anak
- 3.GURUKU MENYEBALKAN
- 4.PERLUKAH BIMBINGAN BELAJAR DI MASA PANDEMI?
- 5.TIPS JITU BELAJAR BIOLOGI
- 6.TETAP BAHAGIA SAAT PJJ/BDR
- 7.POLEMIK SEKOLAH TATAP MUKA DI MASA PANDEMI
- 8.7 ICEBREAKING YANG SEDERHANA DAN MUDAH DILAKUKAN PADA SAAT VIRTUAL
- 9.JADI IBU ‘KILER’ SELAMA PANDEMI
- 10.KENDALA SISWA TERHADAP AKSES BELAJAR DARING DI TENGAH PANDEMI COVID-19
- 11.BELAJAR JARAK JAUH TETAP MENYENANGKAN
- 12.BAGAIMANA SIH BELAJAR EFEKTIF DI MASA PANDEMI?
- 13.TEKNIK PODOMORO UNTUK BELAJAR DARING DI RUMAH
- 14.PINTAR DALAM PENGGUNAAN GADGET UNTUK BUAH HATI SELAMA PANDEMI
- 15.HADAPI TRANSFORMASI DIGITAL, TRIDAYA SIAP BERKOMITMEN
Sebagai manusia kita tentu jangan pernah berhenti untuk belajar. Belajar bisa dari apapun dan dengan cara apapun. Semua yang kita lihat dan temukan sehari-hari bisa jadi bahan belajar buat kita. Saat kita melihat seorang yang mabuk kemudian dia terperosok ke dalam selokan, saat itu kita belajar, bahwa mabuk itu tidak baik. Saat kita melihat suatu barang jatuh dari saku jaket bagian samping seorang pengendara motor, kita pun belajar untuk tidak menyimpan barang di saku jaket bagian samping. Dua hal tersebut adalah hanya contoh kecil bahwa manusia terus belajar dari apa yang dilihat dan dialaminya.
Saat kita menjadi siswa, tentu kita merupakan pembelajar yang formal saat di sekolah. Kita belajar berbagai bidang studi dengan berbagai karakter guru yang berbeda-beda. Sebagian kita cocok dengan karakter guru yang satu, sebagian yang lain mungkin tidak. Ya, begitulah karakter manusia, tidak mungkin semuanya bisa cocok dengan harapan orang lain. Demikian juga dengan guru, ada kalanya guru bisa dengan mudah diterima oleh siswanya, ada pula yang tidak. Namun demikian, ada kalanya guru tertentu dicap killer, atau adapula guru yang dicap menyebalkan oleh kebanyakan siswa. Jika kita pernah menemukan guru semacam ini, tentu guru ini akan terus kita ingat meskipun kita sudah tidak bersekolah di sekolah tersebut.
Di antara kita mungkin ada yang pernah merasakan atau melihat teman kita dimarahi, dihukum, atau bahkan menerima perkataan yang menurut kita tidak pantas dilontarkan oleh seorang guru. Misalnya, dulu, ada seorang siswa yang terkenal bandel pada massanya. Siswa tersebut kerap kali bolos atau melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang siswa. Pada suatu saat, ada seorang guru yang memarahinya sampai terlontar kalimat “mau jadi apa kamu kalau kelakuan kamu kayak gini terus?”, atau mungkin kalimat yang lebih pedas, “nggak akan sukses kamu kalau kelakuan kamu gini terus”. Dengan mendengar kalimat itu, tentu si siswa bakal merasa diremehkan. Tidak sedikit siswa yang menerima kalimat-kalimat semacam itu bakal tumbuh motivasi di dirinya untuk menjadi orang yang sukses di kemudian hari. Banyak siswa yang akhirnya membuktikan hal itu. Saat mereka telah lulus sekolah, mereka menjadi orang yang sukses. Mereka bisa dengan bangga membuktikan bahwa ucapan gurunya di masa lalu itu salah besar. Mungkin siswa itu pun bisa sedikit sombong mengatakan “neh saya udah sukses pak, saya buktiin kalo omongan bapak dulu salah. Sekarang saya udah jauh lebih sukses dari bapak yang masih hanya jadi seorang guru”.
Betul, suksesnya siswa tadi tentu dipengaruhi oleh ucapan seorang guru yang pernah memarahinya, dan mencapnya tidak akan menjadi orang sukses. Tapi, tunggu dulu, pernahkah kita sejenak berpikir, sejenak merenung tentang apa yang terjadi pada saat peristiwa siswa itu dimarahi? Bisa jadi, guru itu sengaja memarahi siswanya dengan kata-kata seperti itu agar siswanya termotivasi. Bisa jadi, guru itu mengorbankan dirinya dibenci oleh siswanya seumur hidup hanya agar siswanya termotivasi untuk sukses. Dia rela seumur hidupnya dicap sebagai guru yang menyebalkan agar siswanya berhasil. Guru itu telah mengorbankan dirinya demi masa depan anak didiknya. Mungkin dia juga memohonkan maaf kepada Tuhan agar anak didiknya tidak berdosa karena membencinya. Begitulah dia, seorang guru yang memotivasi dengan cara seiklhas-ikhlasnya.