Artikel Antapani

POLEMIK SEKOLAH TATAP MUKA DI MASA PANDEMI

Post Series: Artikel Edukasi

Sembilan bulan sudah kita lalui bersama pandemik Covid-19 dan entah hingga kapan berakhirnya. Hal ini tentu sangat berpengaruh khususnya di dunia pendidikan. Selama satu semester, siswa jenjang SD, SMP, dan SMA bahkan mahasiswa melakukan pembelajaran secara online/ daring. Tantangan baru bagi peserta didik, orang tua, dan pengajar. Semua serba online, pengajar dituntut untuk lebih kreatif dan melek teknologi agar pembelajaran tetap dirasa menarik , tidak membosankan. Namun sayangnya, hal tersebut tidak merata dirasakan oleh peserta didik dikarenakan berbagai kondisi yang tidak memungkinkan, salah satunya adalah ketersediaan perangkat smarphone khususnya di daerah terpencil dan atau kekreatifan pengajar yang belum merata. Alhasil, pembelajaran online hanya berupa tugas, kurang 2 arah, dan menimbulkan kejenuhan.  Peserta didik sudah mulai hapal pola PBM dan menimbulkan kebiasaan baru, yang cenderung lebih santai dalam mengerjakan tugas, jenuh, dan orang tua yang harus lebih berperan aktif.

Satu semester terlewati. Pemerintah pusat memberikan angin segar bahwa di semester 2 pembelajaran bisa diupayakan tatap muka agar lebih efektif dan mengurangi resiko putus sekolah. Survey yang dikeluarkan oleh KPAI menyatakan bahwa 78% peserta didik menginginkan pembelajaran secara tatap muka. Namun, kondisi pandemik yang kian “mengganas” membuat para kebijakan daerah mengambil tindakan preventif. Pun dengan orang tua, yang semula mengharapkan pembelajaran di sekolah tatap muka agar lebih efektif dan paham materi, berpikir ulang karena khawatir dengan kondisi sekarang, pasien covid-19 setiap harinya bertambah dikisaran 6000-7000 kasus.

Sekolah tatap muka mulai semester 2 kembali menjadi polemik. Orang tua sebagian besar berharap sekolah kembali tatap muka, melihat situasi di semester 1 khususnya jenjang SD, orang tua merasa berat karena harus full mendampingi, anak menjadi lebih santai dan cenderung lebih taat kepada guru. Namun, beberapa Kepala Daerah seperti Jawa Tengah dan Dinas Pendidikan Kota Bandung khususnya sudah menyatakan bahwa semester 2 pembelajaran tetap dilakukan secara daring/ online dengan mengutamakan kesehatan, menghindari penyebaran Covid-19 di lingkungan pendidikan, dan melihat pertimbangan kesiapan pihak sekolah terkait protokol kesehatan, serta izin lingkungan setempat. Hal ini tentunya menjadi tantangan kembali bagi pengajar agar pembelajaran di semester 2 lebih kreatif dan menarik, tidak menimbulkan kejenuhan bagi peserta didik, dengan memperhatikan evaluasi di semester 1. Pun dengan peserta didik itu sendiri beserta orang tua harus saling support. Jika orang tua merasa pembelajaran secara daring masih kurang efektif, maka sudah saatnya orang tua memilih tempat bimbingan belajar yang dapat membantu melakukan pendampingan belajar putra/i nya agar lebih efektif, tentunya tetap menjaga protokol kesehatan. Peserta didik harus menahan kerinduan untuk bertemu dengan teman-temannya di sekolah secara langsung demi menjaga kesehatan bersama. Meski pembelajaran tetap dilaksanakan secara daring, semoga lebih baik, kreatif, dan menarik sehingga tujuan pembelajaran tetap tercapai. Semoga pandemik segera berakhir. Sehat jiwaku, sehat bumiku, sehat Indonesia ku!!!

 

Evi Sofiyanti Suryana, S.Pd.

Please wait...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *