Zonasi Artikel Tridaya

Zonasi dan Dampaknya

Kebijakan zonasi yang sudah diterapkan sejak tahun 2017 masih menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat, terutama para orang tua dan juga siswa. Bagaimana tidak? Kebijakan pemerintah ini telah menuai pro dan kontra dalam masyarakat dan telah membuat para orang tua ketar-ketir dan khawatir akan masa depan pendidikan putera-puteri mereka.

Pada tahun ini, pemberlakuan sistem zonasi dipayungi oleh Permendikbud No.51 tahun 2019 yang menyatakan bahwa penerimaan murid baru dilakukan melalui tiga jalur, yaitu zonasi (jarak rumah dengan sekolah) dengan kuota minimal 90 persen, prestasi dengan kuota maksimal 5 persen dan jalur perpindahan orang tua dengan kuota maksimal 5 persen. Pemberlakuan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) sistem pendidikan kita pada awalnya dilatarbelakangi oleh konsern pemerintah akan adanya ‘kastanisasi’ pada sekolah-sekolah negeri [1]. Adanya anggapan masyarakat tentang sekolah favorit dan non-favorit dinilai menjadikan kualitas pendidikan kita tidak merata. Sistem zonasi ini kemudian diberlakukan untuk sedikit demi sedikit menghapus adanya kastanisasi sekolah tersebut karena kebijakan zonasi dimaksudkan untuk meratakan kualitas pendidikan, menyebar calon siswa dengan kemampuan di atas rata-rata, dan mengurangi anggapan tentang adanya status sekolah favorit.

Akan tetapi, dalam penerapannya, sistem zonasi dinilai masih memiliki banyak kelemahan [2]. Beberapa diantaranya adalah bermunculannya pengadaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang tidak normal dan adanya perpidahan tempat tinggal/domisili yang tiba-tiba dari para siswa yang dititipkan oleh orang tua mereka di kartu keluarga kerabat yang mempunyai rumah dekat dengan sekolah yang dituju. Kedua fakta ini menunjukkan bahwa sistem zonasi dalam PPDB masih bisa dikelabui di dalam penerapannya. Selain itu, masalah yang tak kalah pentingnya adalah belum meratanya kualitas sumber daya guru dan juga sarana dan prasarana di setiap sekolah dan juga timpangnya jumlah pendaftar di sekolah-sekolah yang terletak di pemukiman padat penduduk dengan sekolah-sekolah yang jauh dari pemukiman penduduk. Fakta ini kemudian berujung pada munculnya fenomena ketidakmampuan sekolah untuk menerima para pendaftar karena jumlah siswa pendaftar membludak melebihi jumlah kursi yang disediakan.

Selain masalah-masalah yang sudah disebutkan, sistem zonasi juga memiliki dampak yang signifikan terhadap kondisi psikologis peserta didik. Para siswa yang berkeinginan untuk bisa melanjutkan di sekolah yang mereka anggap bagus menurun motivasi belajarnya karena mereka terkendala dengan radius tempat tinggal mereka yang jauh dari sekolah yang dituju. Hal ini menjadi krusial karena motivasi merupakan salah satu faktor utama dalam menunjang perkembangan belajar peserta didik dan akan sangat menetukan hasil belajar mereka. Dampak lain dari kebijakan zonasi juga dirasakan oleh para guru di sekolah karena komposisi siswa yang diterima dengan sistem zonasi memiliki keberagaman yang sangat tinggi dari segi background dan kemampuan sehingga mengharuskan mereka mampu mengajar siswa yang mempunyai kemampuan yang sangat beragam tersebut [3]. Siswa yang mempunyai kemampuan rata-rata tinggi bercampur dengan dengan siswa dengan kemampuan rata-rata rendah. Keadaan ini menuntut para guru untuk beradaptasi dengan cepat karena pendekatan dan keterampilan mengajar untuk kedua kategori peserta didik ini pun berbeda. Dalam hal ini, guru harus mampu mengakomodasi kebutuhan dua kategori peserta didik tersebut karena jika tidak, siswa-siswa dengan kemampuan rata-rata rendah bisa tertinggal dari teman-temannya. Sementara itu, penyesuaian dan pemerataan kemampuan guru tidak bisa dilakukan dengan mudah dan membutuhkan proses yang kemudian bisa berdampak pada tidak optimalnya pembelajaran peserta didik di dalam kelas. Untuk mengatasi hal ini, bimbingan belajar di luar kelas yang bisa mengakomodasi keberagaman materi dan keberagaman kemampuan siswa bisa menjadi alternatif yang baik untuk membantu mengatasi dampak yang ditimbulkan dari kebijakan zonasi.

Sistem zonasi dalam proses penerimaan peserta didik memang bukanlah hal yang baru. Beberapa negara tercatat sudah terlebih dahulu menerapkan sistem zonasi seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Malaysia. Kondisi geografis dan pemukiman yang sangat padat dijadikan alasan utama bagi beberapa negara menerapkan aturan zonasi dalam penerimaan peserta didik mereka untuk mempermudah administrasi dan akses pendidikan bagi penduduknya. Penerapan zonasi di beberapa negara tersebut tidak menuai protes dari orang tua, seperti yang terjadi di Indonesia karena semua sekolah negeri sudah memiliki kualitas sumber daya guru dan sarana pra sarana yang sama. Di Jepang misalnya, semua sekolah negeri memiliki kualitas fasilitas yang sama, dari mulai papan tulis hingga kolam renang, kualitas tenaga pendidik yang sama karena setiap guru akan dirolling dalam kurun periode tertentu, dan memiliki akses infrastruktur yang memadai. Kualitas sumber daya dan fasilitas tersebut didukung dengan kemudahan administrasi dengan data yang sudah terintegrasi sehingga mempermudah orang tua dalam proses pendaftaran sekolah tujuan sesuai dengan domisili [4].

Sebagai kesimpulan, sebuah kebijakan dalam sistem pendidikan hendaknya diiringi dan didukung dengan adanya kuantitas sumber daya manusia, infrasturktur, dan sarana prasarana yang memadai dan yang mempunyai kualitas yang merata demi terciptanya cita-cita bersama. Sebuah kebijakan hendaknya bukan hanya sekadar wacana yang reaktif, namun wacana yang solutif dengan terlebih dahulu mempertimbangkan berbagai aspek.

Bagaimana pendapat kalian, Tidizen? Well.. apapun yang terjadi, tetap semangat belajar yaa..

 

Sumber :

[1] Mimpi Muluk Pendidikan Setara Lewat Sistem Zonasi. Artikel online, diakses pada 17 agustus 2019. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190625165033-20-406353/mimpi-muluk-pendidikan-setara-lewat-sistem-zonasi

[2] Apinio, Rio. 2018. Empat Kelemaha Sistem Zonasi dalam PPDB 2018. Artikel online, diakses pada 17 Agustus 2019. https://tirto.id/empat-kelemahan-sistem-zonasi-dalam-ppdb-2018-cNP9

[3] Dampak Sistem Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru di Sekolah Negeri bagi Para Guru dan Siswa. Artikel online, diakses pada 17 Agustus 2019.  http://theconversation.com/dampak-sistem-zonasi-penerimaan-peserta-didik-baru-di-sekolah-negeri-bagi-para-guru-dan-siswa-119294

[4] Elsandra, Yesi. (2019). Mengenal Sistem Zonasi di Jepang. Artikel online, diakses pada 20 Agustus 2019. http://www.voa-islam.com/read/politik-indonesia/2019/06/21/64986/mengenal-sistem-zonasi-di-jepang/#sthash.OwuOx7K8.ZjMQCPmZ.dpbs

 

Miss Nuri – Bimbel Tridaya Cimahi

Please wait...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *